Senin, 09 Januari 2012

Sekilas Candi Ratu Boko...


Candi Ratu Boko
Ratu Boko terletak di kelurahan Sukoharjo, Sleman, ± 3 km arah selatan Candi Prambanan, ± 18 km dari arah timur Yogyakarta, ± 50 km  dari arah barat kota Solo atau ± 50 km barat daya Kota Surakarta, ± 196 m di atas permukaan laut, ± 195.97 m di atas permukaan bukit, area istana seluas 250.000 m2 merupakan kelanjutan pegunungan seribu dengan luas ± 250.000 m3.
Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman, namun fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas. Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan. Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.
A.  Riwayat
Ratu Boko adalah sebuah bangunan megah yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra yang beragamakan Budha. Pada peralihan kekuasaan saat itu kekuasaan beralih oleh Rakai Pikatan dari Dhinasti Sanjaya yang beragamakan Hindu.
Nama Kraton Boko berasal dari Kraton dan Ratu Boko. Kraton berasar dari kata Ka-da-tu-an artinya tempat istana Raja, Ratu Boko berasal dari Ratu yang artinya Raja dan Boko yang artinya Bangau. Dari arti tersebut masih menimbulkan pertanyaan, siapa yang disebut Raja bangau itu, apakah nama seorang penguasa atau nama burung bangau sungguhan yang sering hinggap di kawasan perbukitan Ratu Boko.
Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang penuh kedamaian). ini didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Berada di istana ini, anda bisa merasakan kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota Yogyakarta dan Candi Prambanan dengan latar Gunung Merapi.
Prasasti itu menyebutkan seorang tokoh bernama Tejahpurnpane Panamkorono, diperkirakan dia adalah Rakai Panangkaran pada abad ke-8 tahun 746-784 Masehi. Meski demikian Situs Ratu Boko masih diselimuti misteri, belum diketahui kapan dibangun, oleh siapa, untuk apa, dan sebagainya. Orang hanya memperkirakan itu sebuah keraton.
Kawasan ini disebut Abhayagiri Wihara. Abhaya yang berarti tidak ada bahaya, giri berarti bukit/gunung, wihara berarti asmara/tempat. Dari arti-arti tersebut dapat diartikan bahwa Abhayagiri Wihara berarti asmara/tempat para Bhiksu agama Budha yang berada di atas bukit penuh kedamaian. Ratu Boko pertama kali ditemukan oleh Van Boeckholtz tahun 1790 M masih berupa reruntuhan purbakala di atas bukit Ratu Boko. Penemuan itu langsung dipublikasikan.
Hal itu menarik minat ilmuwan Makenzic, Junghun, dan Brumun. Tahun 1814 mereka mengadakan kunjungan dan pencatatan. Seratus tahun kemudian FDK Bosch mengadakan penelitian dan melaporkan hasil penelitiannya diberi judul Keraton Van Ratoe Boko, dengan demikian kepurbakalaan yang ada di bukit Ratu Boko dikenal dengan nama Kraton Ratu Boko.
Pada tahun 1938 penelitian mengarah ke renofasi. Tahun 1950 mulai direnofasi di bagian paling depan, gapura I dan gapura II. Usaha itu kemudian dilanjutkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1952.
Menurut Prof. Buchari seorang ahli sejarah bangunan, Keraton Boko merupakan benteng pertahanan Balapitradewa atau Rakai Kayuwangi putera bungsu Rakai Pikatan. Konon Rakai Kayuwangi diserang oleh Rakai Walaing Puhuyaboni cicit laki-laki Sanjaya yang merasa lebih berhak atas tahta daripada Rakai Pikatan karena Rakai Pikatan hanyalah suami dari Pramodharwani puteri mahkota Samarattungga yang beragama Budha. Dalam pertempuran tersebut Rakai Walaing berhasil dipukul mundur dan terpaksa mengungsi di atas perbukitan Ratu Boko dan membuat benteng pertahhanan di sana. Namun pada akhirnya Keraton Boko dapat digempur dan diduduki Rakai Kayuwangi yang secara sengaja merusak prasasti yang memuat silsilah Rakai Walaing dengan menghilangkan bagian yang memuat nama-nama ayah, kakek, dan buyut Rakai Walaing.
Kraton Ratu Boko mengarah pada rumah tinggal. Terdapat dua titik bangunan yang bersifat agama Hindu dan Budha. Berbeda dengan bangunan lain dari masa klasik Jawa Tengah, Situs Ratu Boko mempunyai karakter dan keistimewaan tersendiri. Tinggalan bangunan masa klasik Jawa Tengah pada umumnya berupa candi (bangunan suci/kuil), sedang peninggalan di Situs Ratu Boko menunjukkan tidak saja bangunan suci (candi), tetapi juga bangunan-bangunan lain yang bersifat profan. Sifat keprofanan tersebut ditunjukkan oleh adanya tinggalan yang dahulunya merupakan bangunan hunian dengan tiang dan atap yang dibuat dari bahan kayu , tetapi sekarang hanya tinggal bagian batur-baturnya saja yang terbuat dari bahan batu. Di samping  bangunan-bangunan yang menunjukkan sifat sakral dan profan, di dalam Situs Ratu Boko ini juga ditemukan jenis-jenis bangunan lain, yaitu berupa kolam dan gua.
Ditinjau dari tata letaknya, bangunan-bangunan di Situs Ratu Boko dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu: kelompok Gapura Utama, kelompok Paseban, kelompok Pendapa, kelompok Keputren, dan kelompok Gua.
1.      Kelompok Gapura Utama terletak di sebelah barat yang terdiri dari Gapura Utama I dan II, talud, pagar, candi Pembakaran dan sisa-sisa reruntuhan.
2.      Kelompok Paseban terdiri dari batur Paseban dua buah, talud dan pagar Paseban.
3.      Kelompok Pendapa terdiri dari batur Pendapa dan Pringgitan yang dikelilingi pagar batu dengan tiga gapura sebagai pintu masuk, candi miniatur, serta beberapa kolam penampung air berbentuk bulat yang dikelilingi pagar lengkap dengan gapuranya.
4.      Kelompok Keputren berada di sebelah tenggara, terletak pada halaman yang lebih rendah dan terdiri dari dua batur, kolam segi empat, pagar dan gapura.
5.      Adapun kelompok Gua terdiri dari Gua Lanang dan Gua Wadon.
Area istana seluas 250.000 m2 terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bagian tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban. Sementara, bagian tenggara meliputi Pendopo, Balai-Balai, 3 candi, kolam, dan kompleks Keputren. Kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di bagian timur. Sedangkan bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.
Pada bagian teras pertama  tidak ada bangunan kecuali pagar dan jalan masuk, di teras kedua ada  gapura utama 1 dengan jumlah pintunya 3, sedangkan teras ketiga prtama ada gapura utama 2 dengan  jumlah pintunya 5.
Batu yang ada tandanya adalah batu asli. Tanpa perekat batunya tetap kuat. Rusaknya situs maupun peninggalan karena adanya faktor alam dan buatan manusia.

Keistimewaan Situs Ratu Boko
Berbeda dengan peninggalan purbakala lain dari zaman Jawa Kuno yang umumnya berbentuk bangunan keagamaan, situs Ratu Boko merupakan kompleks profan, lengkap dengan gerbang masuk, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, hingga pagar pelindung.
Berbeda pula dengan keraton lain di Jawa yang umumnya didirikan di daerah yang relatif landai, situs Ratu Boko terletak di atas bukit yang lumayan tinggi. Ini membuat kompleks bangunan ini relatif lebih sulit dibangun dari sudut pengadaan tenaga kerja dan bahan bangunan. Terkecuali tentu apabila bahan bangunan utamanya, yaitu batu, diambil dari wilayah bukit ini sendiri. Ini tentunya mensyaratkan terlatihnya para pekerja di dalam mengolah bukit batu menjadi bongkahan yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan.
Kedudukan di atas bukit ini juga mensyaratkan adanya mata air dan adanya sistem pengaturan air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kolam pemandian merupakan peninggalan dari sistem pengaturan ini; sisanya merupakan tantangan bagi para arkeolog untuk merekonstruksinya.
Posisi di atas bukit juga memberikan udara sejuk dan pemandangan alam yang indah bagi para penghuninya, selain tentu saja membuat kompleks ini lebih sulit untuk diserang lawan.
Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang sekarang biasa disebut "tempat kremasi". Mengingat ukuran dan posisinya, tidak pelak lagi ini merupakan tempat untuk memperlihatkan sesuatu atau suatu kegiatan. Pemberian nama "tempat kremasi" menyiratkan harus adanya kegiatan kremasi rutin di tempat ini yang perlu diteliti lebih lanjut. Sangat boleh jadi perlu dipertimbangkan untuk menyelidiki tempat ini sebagai semacam altar atau tempat sesajen.

Taman Wisata Ratu Boko
Pemerintah pusat sekarang memasukkan komplek Situs Ratu Boko ke dalam otorita khusus, bersama-sama dengan pengelolaan Candi Borobudur dan Candi Prambanan ke dalam satu BUMN, setelah kedua candi terakhir ini dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO. Sebagai konsekuensinya, Situs Ratu Boko ditata ulang pada beberapa tempat untuk dapat dijadikan tempat pendidikan dan kegiatan budaya.
Terdapat bangunan tambahan di muka gapura, yaitu restauran dan ruang terbuka (Plaza Andrawina) yang dapat dipakai untuk kegiatan pertemun dengan kapasitas sekitar 500 orang, dengan vista ke arah utara (kecamatan Prambanan dan Gunung Merapi). Selain itu, pengelola menyediakan tempat perkemahan dan trekking, paket edukatif arkeologi, serta pemandu wisata.

B.   Bangunan
1.      Bagian banguna utama yaitu gapura I dan gapura II
Bila masuk dari pintu gerbang istana, anda akan langsung enuju ke bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut anda. Gapura tersebut digunakan sebagai pintu masuk utama kraton ratu boko selain itu untuk pintu masuk tempat penjaan awal.
-       Gapura pertama terdiri atas 3 pintu gerbang yang saling berdekatan, membujur dari utara ke selatan. Pintu gerbang yang di tengah adalah yang terbesar dan merupakan pintu gerbang utama yang diapit oleh dua pintu gerbang lainnya yang disebut gerbang pengapit. Bila anda cermat, pada gapura pertama akan ditemukan tulisan ‘Panabwara’. Kata itu berdasarkan prasasti Wanua Tengah III dituliskan namanya adalah untuk melegitmasi kekuasaan, memberi ‘kekuatan’ sehingga lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu adalah bangunan utama.
-      Gapura kedua terdiri dari 5 pintu gerbang, terdiri dari 4 gerbang pengapit dan satu gerbang utama yang terletak di tengah gerbang pengapit.Pada tahap renofasi tahun 1950-1954 dua gapura ini terselesaikan.



2.      Alun-alun
Di fungsikan sebagai tempat berkumpul dan upacara.
3.      Step/panggung saat ini temuan umpak (tempat tumpuhan tiang)
Digunakan untuk acara pertunjukan.
4.     Paseban
Kata dasarnya “seba” yang artinya pesowan digunakan untuk ruang tungggu bagi tamu yang akan menemui raja. Dinamakan paseban karena berdasarkan analogi dengan bangunan kraton pada masa sekarang. Paseban terdiri dari 2 batur yang saling berhadapan, paseban timur (panjang 24,6 m; lebar 13,3m; tinggi 1,16 m) dan paseban barat (panjang 24,42 m; lebar 13,34 m; tinggi 0,83 m).
5.      Kedaton
-          Ruang pendopo
-          Ruang pendetan
-          Pringgitan untuk ruang istirahat
Merupakan bagian bangunan terbesar. Batur pendopo berdenah segi empat berukuran 20 x 21 m dan tingginya 1,46 m tersusun dari batu andesit pada sisi utara timur dan barat terdapat tangga naik yang tersusun dari batu andesit. Di atas permukaan Batur pendopo terdapat sejumlah umpak yang berjumlah 24 buah sedangkan permukaan Batur pringgitan terdapat 12 umpak.

6.      Miniatur
Suatu ciri atau peninggalan bersifat Hindu yaitu shiwa dan wisnu. Tempat ini digunakan untuk sembahyang / ibadah.

7.      Kolam
Terbagi dua ruang besar :
1.      Untuk menampung air hujan
2.       Untuk tempt pemandian
8.      Keputren
Merupakan tempat untuk istirahat khusus putri. Pada bagian selatan tempat untuk dayang-dayang / putri.

9.      Bale-bale (batur bale)
Tempat istirahat khusus putra (9 ruang).


10.  Stupa
Bagian atas menyerupai candi Borobudur sebagai tempat untuk agama Hindu
Arca :
-          Hindu
-          Budha

11.  Gua
Di situs Ratu Boko terdapat Gua Lanang dan Gua Wadon. Dinamakan gua wadon karena terdapat semacam relief yang menggambarkan lambing yoni di atas pintunya. Yoni adalah simbol kelamin wanita, biasanya dilengkapi dengan lingga yaitu simbol kelamin laki-laki. Persatuan antara keduanya menyebabkan kesuburan. Diharapkan daerah di sekitar lingga dan yoni ikut menjadi subur dan makmur. Gua ini diduga untuk tempat bersemedi, karena di dalamnya terdapat lubang / luweng untuk menaruh sesaji.
 
12.  Candi Pembakaran
Sebutan ini berdasarkan pada penemuan abu yang terdapat di sumuran candi sehingga orang beranggapan bahwa bangunan ini pada masa lampau menjadi tempat pembakaran atau penyimpanan abu jenazah raja. Setelah diteliti lebih seksama, abu tersebut adalah sisa pembakaran kayu dan tidak ada indikasi sebagai sisa pembakaran tulang. Candi itu berbentuk bujur sangkar memiliki 2 teras. Terbuat dari batu andesit berukuran panjang 22,60 m, lebar 22,33 m dan tinggi 3,82 m.

13.  Sumur Suci / Sumur Amerta Mantana
Yang berarti Amerta (air), Mantana (doa/mantra), yang mengandung arti air suci yang sudah diberikan mantra. Sumur suci ini terletak di sudut tenggara Candi pembakaran. Salah satu sumur tua yang mengandung misteri. Kini, airnya pun masih sering digunakan. Masyarakat setempat mengatakan air sumur itu dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Mitos air ini dapat berguna sesuai apa yang diinginkan, sering dimanfaatkan untuk acara prosesi ritual antara lain pengambilan air suci untuk prosesi Tawur Agung umat Hindu selain itu untuk pengambilan air suci sebelum perayaan hari raya Nyepi. 

14.  Candi Batu Putih
Candi Batu Putih terletak ±45 meter dari gapura kedua. Candi ini menggunakan kombinasi antara batu hitam dan batu putih. Pada candi ini tidak ada tangga permanent untuk memasuki Candi batu putih.
Pada abad-8 hanya orang-orang tertententu yang dapat memasuki candi batu putih, harus ada tolak bala atau upacara tertentu untuk memasukinya.